PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP SAKSI DALAM PERKARA TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NOMOR 31 TAHUN 2014 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN (STUDI KASUS PUTUSAN NOMOR 43/PID.B/2019/PN.SNJ)

Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa, Upaya aparat penegak hukum dalam memberikan perlindungan hukum terhadap saksi dalam perkara tindak pidana pembunuhan pada kasus dengan Nomor Peradilan 43/Pid.B/2019/Pn.Snj. diantaranya, perlindungan mengenai keterangan atau dirahasiakan kerterangannya, perlindungan fisik, pemantauan dan silahturahmi dengan mengunakan tehnik-tehnik perlindungan terhadap saksi sesuai dengan SOP (standar operasional prosedur) kepolisian, kejaksaan, dan pengadilan.
Kendala yang dihadapi oleh ketiga instansi aparat hukum tersebut dalam upaya memberikan perlindungan hukum kepada saksi menjumpai berbagai kendala diantaranya yaitu karena kurangnya komunikasi antara saksi dengan aparat hukum sehingga saksi yang mendapat ancaman dan tekanan namun saksi sendiri tidak melaporkan kepihak aparat hukum karena rasa takut akan tidak terjaminnya rasa aman dan kesejahteraan apabila menyampaikan keteraangan tentang ancaman dan tekanan yang di terima serta kurangnya pemahaman terhadap undang-undang yang menjamin perlindungan saksi.
Kendala lainnya yaitu pihak yang berhak memberikan perlindungan kepada saksi adalah lembaga perlindungan saksi dan korban atau LPSK yang mempunyai kewenangan yang diatur oleh undang-undang. Namun lembaga ini masih bersifat nasional yang berkedudukan di ibu kota Negara, sehingga hal ini masih menjadi hambatan terhadap pelaksanaan perlindungan terhadap saksi dan korban pada tingkat daerah atau kabupaten.